Rabu, 29 Oktober 2008

Seputar Klitoris dan Khitan Perempuan

By: Muhammad Kurdi
Jamal el-Bekarisk

Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, editor Abdul Azis Dahlan et al., Jakarta, 1997, Vol 3 pada sub bab Khitan diterangkan sebagai berikut: Khitan (berasal dari akar kata arab khatana-yakhtanu-khatnan = memotong). Secara terminologi pengertian khitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Imam al-Mawardi, ulama fikih Mahzab Syafi’I, khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj yaitu kelentit atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan. Sunat atau khitan perempuan dlm bhs medisnya disebut Clitoridectomy. Sedangkan dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan "Female Genital Mutilation" disingkat menjadi FGM.
Dari berbagai literatur yg penulis dapatkan, bahwa pendapat Imam Abu Hanifah mengenai berkhitan (sunat), yakni hukumnya sunat. Beliau berpedoman sebuah hadits yang bermaksud: “Berkhitan itu sunat bagi lelaki dan penghormatan bagi perempuan.” Referensi lain adalah hadits Abu Dawud, “bahwa Nabi Muhammad pernah berkata kepada seorang perempuan juru khitan anak perempuan, ‘sedikit sajalah dipotong, sebab hal itu menambah cantik wajahnya dan kehormatan bagi suaminya”.

MELACAK JEJAK SEJARAH KHITAN
Khitan sesungguhnya kelanjutan dari tradisi Ibrahim AS. Dialah orang yang pertama kali dikhitan. Selain proses bedah kulit bersifat fisik, khitan Ibrahim juga dimaksudkan sebagai simbol dan ikatan perjanjian suci (mîtsâq) antara dia dengan Tuhannya, Allah. Seseorang tidak diperkenankan memasuki kawasan suci Kalam Ilahi sebelum mendapat "stempel Tuhan" berupa khitan. Khitan yang melambangkan kesucian itu kemudian diikuti pengikut Ibrahim, laki-laki dan perempuan, hingga kini. Para antropolog menemukan, budaya khitan telah populer di masyarakat semenjak pra-Islam yang dibuktikan dengan ditemukannya mumi perempuan di Mesir Kuno abad ke-16 SM yang memiliki tanda clitoridectomy (pemotongan yang merusak alat kelamin). Pada abad ke-2 SM, khitan perempuan dijadikan ritual dalam prosesi perkawinan. Dalam penelitian lain ditemukan khitan telah dilakukan bangsa pengembara Semit, Hamit dan Hamitoid di Asia Barat Daya dan Afrika Timur, beberapa bangsa Negro di Afrika Timur dan Afrika Selatan. Di Indonesia sendiri, tepatnya di Museum Batavia, terdapat benda kuno yang memperlihatkan zakar telah dikhitan.
Pada jaman Rumawi para budak perempuan diharuskan sunat. Masalahnya budak perempuan yang disunat nilainya jauh lebih tinggi, karena masih perawan.
Sunat bagi budak perempuan itu sama seperti juga segel, bahwa budak ini
masih gres belum dipakai begitu. Mereka memotong seluruh klitoris budak tsb
dengan menghilangkan bibir utama vagina. Lalu menempelkan kedua sisinya
dengan dijahit. Sehingga yang tersisa hanya lubang buatan sebesar batang
korek api. Ini dibutuhkan untuk menstruasi dan membuang air seni. Di
kemudian hari pada saat perempuan ini mau dipakai atau menikah; jahitan
atau segelnya bisa di buka lagi. Hal yang serupa dilakukan juga ketika
jaman Firaun dgn diketemukannya mumi perempuan yang telah disunat

TUJUAN KHITAN

Khitan bagi lelaki dilakukan dalam bentuk hampir sama di semua tempat, yaitu pemotongan kulit kepala penis. Sedangkan khitan bagi perempuan dilakukan berbeda-beda: hanya sebatas membasuh ujung klitoris; menusuk ujung klitoris dengan jarum; membuang sebagian klitoris; membuang seluruh klitoris; dan membuang labia minora (bibir kecil vagina) serta seluruh klitoris, kemudian hampir seluruh labia majora (bibir luar vagina) dijahit, kecuali sebesar ujung kelingking untuk pembuangan darah menstruasi.
Secara medis, khitan bagi lelaki memiliki implikasi positif. Lapisan kulit penis terlalu panjang sehingga sulit dibersihkan. Bila tidak dibersihkan, kotoran yang biasa disebut smegma mengumpul sehingga dapat menimbulkan infeksi pada penis serta kanker leher rahim pada perempuan yang disetubuhinya. Secara medis juga dibuktikan, bagian kepala penis peka terhadap rangsangan karena banyak mengandung syaraf erotis sehingga kepala penis yang tidak disunat lebih sensitif daripada yang disunat dan sunat membantu mencegah ejakulasi dini.
Secara medis, khitan bagi perempuan belum ditemukan keuntungannya. Praktik amputasi alat kelamin perempuan tidak terlepas dari nilai kultur masyarakat. Perempuan dianggap tidak berhak menikmati kepuasan seksual sebab dia hanya pelengkap kepuasan seksual lelaki. Di samping itu, sebagian masyarakat meyakini perempuan memiliki nafsu seksual lebih tinggi dibanding lelaki. Cara efektif untuk mereduksi seksual perempuan ini, menurut mereka, adalah dengan mengkhitannya.

HUKUM ISLAM
Al-Quran tidak menjelaskan khitan, namun ada beberapa hadis yang menerangkan hal itu. Pertama, riwayat dari Utsman bin Kulaib bahwa kakeknya datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: "Aku telah masuk Islam." Lalu Nabi SAW bersabda: "Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." Kedua, riwayat dari Harb bin Ismail: "Siapa yang masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah besar." Ketiga, riwayat dari Abu Hurairah: "Bersih itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, menggunting kuku, dan mencabut bulu ketiak." Keempat, riwayat dari Ibn Abbas: "Khitan itu disunahkan bagi laki-laki dan dimuliakan bagi perempuan."
Meskipun banyak hadis menunjukkan pensyariatan khitan, ternyata itu belum memberi kejelasan secara pasti tentang status hukumnya. Sayid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah menegaskan, "Semua hadis yang berkaitan khitan perempuan adalah dha‘if, tidak ada satu pun yang shahih". Dengan demikian secara ex officio bisa dikatakan khitan perempuan merupakan masalah ijtihadiyah. Wahbah al-Zuhaily dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh mendeskripsikan perbedaan ulama mazhab tentang hukum khitan. "Khitan bagi laki- laki menurut mazhab Hanafi dan Maliki adalah sunnah mu’akkad (sunah yang dekat kepada wajib), sedangkan khitan bagi perempuan dianggap kemuliaan, asal tidak berlebihan sehingga ia tetap mudah merasakan kenikmatan seksual. Menurut Imam Syafi’i, khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan.
Perumusan hukum khitan juga harus mempertimbangkan tujuan pensyariatan hukum. Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat fiy Ushul al-Syari’ah mengatakan syariat Islam bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia, di dunia dan akhirat. Cita kemaslahatan dapat direalisasikan jika lima unsur pokok dapat terpelihara, yaitu pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Mengikuti konsep di atas, tampak khitan lelaki bertujuan memelihara jiwa, baik suami maupun istrinya. Dengan mempertimbangkan hal ini, khitan bagi lelaki menjadi wajib demi mendatangkan kebaikan (maslahah) dan menghindari kerusakan (mafsadah).
Praktik khitan bagi perempuan di masyarakat agaknya dimaksudkan sebagai kontrol terhadap seksualitas perempuan. Dengan demikian, praktik khitan yang membuang sebagian atau seluruh klitoris, bahkan menjahit labia majora menjadi dibenarkan dalam nalar masyarakat patriark. Sejumlah penelitian menemukan, praktik pemotongan klitoris menyebabkan perempuan mengalami kesulitan orgasme. Dengan teori tujuan pensyariatan hukum, disimpulkan praktik pemotongan klitoris menimbulkan kemudaratan sehingga tidak absah dilaksanakan. Hal ini berbeda dari praktik khitan yang hanya sekadar membasuh atau mencolek ujung klitoris dengan jarum. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: "Jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami." Dalam riwayat lain disebutkan: "Sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu penyeri wajah dan bagian kenikmatan suami." (HR Abu Daud)
Ada dua pendekatan dalam memahami hadis di atas. Pertama, dilihat dari asbab al-wurud hadis. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab terbiasa mengkhitan perempuan dengan membuang seluruh klitoris dengan alasan agar dapat mengurangi kelebihan seksual perempuan, yang pada gilirannya dapat memagari dekadensi moral masyarakat Arab ketika itu. Sewaktu Nabi mendengar Ummu Athiyyah mengkhitan dengan cara demikian, Nabi langsung menegur agar praktik khitannya harus diubah sebab dapat menimbulkan kurangnya kenikmatan seksual perempuan.
Kedua, redaksi (matan) hadis terdapat ungkapan isymii wa laa tunhikii (sentuh sedikit saja dan jangan berlebihan). Kata isymam, secara etimologis, berarti mencium bau. Dengan gaya bahasa yang tinggi, Nabi Muhammad SAW memerintahkan khitan perempuan dengan cara seperti halnya mencium bau sehingga tidak merusak klitoris. Sedangkan kata laa tunhikii merupakan lafaz larangan (al-nahy) yang bermakna pasti, artinya "pastikan jangan berlebihan". Dengan demikian secara teks dapat dipahami, Nabi tidak pernah memerintahkan khitan dengan merusak alat reproduksi. Justru sebaliknya, khitan yang diajarkan Nabi diharapkan dapat memberi keceriaan, kenikmatan, dan kepuasan seksual bagi perempuan. Menurut Islam, hak memperoleh kepuasan seksual antara lelaki dan perempuan sama. Artinya, kepuasan dan kenikmatan seksual adalah hak sekaligus kewajiban bagi suami dan istri secara paralel (QS 2: 187).

ARGUMENTASI PENOLAKAN KAUM FEMINIS
Aktivis perempuan dan medis melihatnya sebagai suatu tindakan yang bisa merusak hak reproduksi perempuan. Bahkan, Kaum feminis menentang hadits-hadits khitan, dengan menyatakan bahwa sunat perempuan tidak dicantumkan dengan jelas di al qur’an. Adapun mengenai adanya (minimal) 2 hadits di atas (yang berarti merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur’an), juga ditolak dengan alasan sanad kurang kuat yang berakibat masing-masing imam mazhab tidak memiliki kesepakatan. Sebenarnya penolakan kaum feminis bisa dimengerti, jika kita melihat penyebab penolakan mereka.
Kaum feminis menolak sunat perempuan karena mereka berpedoman kepada sunat perempuan yang dilakukan di Afrika yang biasanya memotong atau menggunting seluruh klitoris dan menjahit bibir besar, hanya menyisakan sedikit lubang untuk kencing saja. Proses sunat seperti ini akan menghilangkan rangsangan seksual pada perempuan atau bahkan perempuan tersebut tidak dapat menikmati kehidupan seksualnya. Menurut kaum feminis, ini melanggar hak reproduksi kaum perempuan. Dalam tulisan "Khitan pada Bayi Perempuan, Sangat Berbahaya!" (Kompas, 28 Maret 2003), ditawarkan penghapusan praktik khitan bagi perempuan. Menurutnya, di samping merusak hak kesehatan reproduksi, hukum Islam pun dikesankan tidak mengatur khitan ini secara jelas. Apakah benar?
Aktivis Population Council, Lila Amalia, M.Kes., berpendapat bahwa khitan dapat mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual. Menurut Lila, praktik khitan merupakan tradisi yang sudah dikenal lama dan diakui oleh agama-agama di dunia yaitu Islam, Yahudi, dan sebagian penganut Kristen. "Dalam beberapa tahun terakhir tuntutan penghapusan praktik khitan bagi perempuan makin menguat karena dinilai dapat merusak hak reproduksi kaum perempuan dan merampas kesehatan serta kepuasan seksual," jelasnya.
Hillary Clinton di konperensi kaum wanita sedunia di Beijing China (1995) menolak sunat perempuan ini. Di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa, kaum feminis telah berhasil mendorong pemerintah membuat undang-undang larangan sunat perempuan. Di Belanda, khitan pada perempuan diancam hukuman 12 tahun.
Dalam pandangan staf Menneg Pemberdayaan Perempuan Dra. Rini Mardjono, persoalan khitan bagi perempuan di Indonesia sudah menjadi bagian pembicaraan dunia sehingga pemerintah tak bisa mengelak. Sebagai bagian dari dunia, apalagi sudah masuk era globalisasi, Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari ketentuan WHO tentang masalah khitan bagi perempuan. Pemerintah Indonesia sendiri mengambil kebijakan WHO (Badan Kesehatan Dunia) untuk tidak membolehkan adanya ketentuan khitan bagi perempuan karena dinilai bertentangan dengan HAM.
Namun, di Eropa juga ada gerakan yang aktif mengkampanyekan khitan per-empuan, karena dengan tidak dikhitan, menurut mereka, gairah wanita akan seliar kuda. Maka tidak mengherankan jika disana ada banyak wanita yang memiliki Pria idaman La-in. Pada abad ke 19 di England, Dr Isaac Brown mengusulkan agar sebaiknya klitoris ce-wek itu dipotong dan dibuang saja, mirip seperti usus buntu. Karena ia melihat maraknya fenomena masturbasi.


MODEL-MODEL KHITAN PEREMPUAN

Khitan perempuan dibagi dalam dua kelompok yakni clitoridectomy dengan menghilangkan sebagian atau lebih dari alat kelamin luar yang termasuk di dalamnya menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan sebagian bibir kecil vagina (labia minora). Cara lainnya adalah infibulation dengan menghilangkan seluruh klitoris serta sebagian atau seluruh labia minora lalu labia minora dijahit dan hampir menutupi seluruh vagina. Bagian terbuka disisakan sedikit sebesar batang korek api atau jari kelingking untuk pembuangan darah menstruasi dan saat perempuan menikah dipotong atau dibuka lagi.
Dari penelitian Population Council yang didanai USAID untuk meneliti praktik khitan perempuan di Indonesia memperlihatkan, khitan di Indonesia tidak seperti di Sudan yang menghilangkan seluruh klitoris lalu menjahit rapat-rapat vagina. Sunat perempuan di Indonesia yang dilakukan oleh dokter atau bidan itu hanya melukai klitoris, tidak menggunting atau memotong klitoris. Menurut keterangan badan keluarga berencana Indonesia, sekarang hampir tidak pernah dilakukan lagi. Sunat perempuan yang banyak dilakukan di Indonesia, umumnya dilakukan sangat sederhana: melukai sebagian kecil alat kelamin bagian dalam, bahkan kadang-kadang simbolis saja. Misalnya, sepotong kunyit diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak. Berdasarkan pemahaman mistik Jawa "kunyit" itu sendiri dipercayai sebagai simbol pembebasan seseorang dari kesialan hidup. Namun, tak sedikit yang melakukannya dengan memakai pisau, gunting, dan jarum jahit. di daerah tertentu di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata yang digosokkan ke bagian tertentu klitoris anak.
Prosedur sunat di daerah biasanya dilakukan oleh dukun dengan cara meletakkan kunyit dibawah klitoris atau diantara labia dan klitoris yang berfungsi sebagai landasan sekaligus antibiotika. Kemudian pemotongan atau penggoresan dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti silet, pemes, gunting atau welat (Jawa: bambootajam). Berdasarkan laporan dari Amnesty International sekitar 130 juta yang disunat dan setiap harinya bertambah dua juta orang.

TARJIH
Secara garis besar pendapat ulama soal khitan bagi lelaki dan perempuan terbagi menjadi tiga kelompok yaitu yang mewajibkan, sunah, dan kehormatan (mubah). Namun, bagi Ketua Yayasan Assalam K.H. Drs. Habib Syarief Muhammad Al-Aydarus, khitan bagi lelaki maupun perempuan merupakan sunah Nabi Muhammad, meski tradisinya sudah lama berlangsung sebelum Islam datang. Ketika Islam datang, pelaksanaan khitan tidak dilarang oleh Nabi, namun menetapkan dan mengikrarkan pelaksanaan khitan sebagai sunah termasuk perempuan.
Cara pelaksanaan khitan inilah yang menimbulkan permasalahan. Sebagian masyarakat beranggapan agama telah melegitimasi praktik khitan yang mengamputasi organ seksual perempuan. Padahal, agama mana pun tidak akan melegalisasi perusakan demikian. Oleh karena itu, jangan sampai karena praktik yang keliru lalu secara serta-merta tradisi indah yang bernilai ibadah dan beresensikan simbol ikatan suci dengan Allah itu diperangi begitu saja. Sebaiknya dicarikan jalan tengah, substansi khitan dipertahankan namun praktik kelirunya yang dihindari. Penawaran ini pada gilirannya menjadi tugas para ulama, dokter, dan kita semua untuk merumuskannya.

Tidak ada komentar: