Rabu, 26 November 2008

Anak Tukang Ngarit Belajar Filsafat, dari Al- Kindi sanpai Mulla Sadra (2)

Oleh: Kurdi Muhammad

Pada dasarnya studi tentang filsafat Islam dapat dilakukan oleh siapapun dan dengan metode (cara) apapun. Termasuk model-model studi yang lebih sis-tematis yang sudah pernah dirumuskan secara ilmiah. Adalah Muhammad Nur-hakim, dengan mengutip pendapat Muh. Mastury, membagi metode-metode studi filsafat Islam sebagaimana berikut :
Pertama, Metode Deskriptif, yang bermakna suatu metode untuk pengumpulan keterangan-keterangan yang mendekati hakikatnya, mendasar sifatnya, dan menyangkut esensinya yang dipandang amat diperlukan dalam me-nyusun pandangan kefilsafatan.
Kedua, metode analisis yaitu suatu metode untuk memahami nilai-nilai kefilsafatan secara detil dengan menguraikan makna-makna yang terkandung dalam data-data, serta menghubungkan makna tersebut dengan makna lain yang didapat dari kandungan data yang lain pula. Sehingga diperoleh sebuah kesim-pulan akhir yang dianggap benar.
Ketiga, metode sistesis, yaitu metode yang menyatupadukan berbagai esensi dan keterangan yang mendasar, sehingga tersusun sebuah pandangan baru dalam bidang kefilsafatan, sebagai hasil konvergensi berbagai macam esensi.
Keempat, metode komparatif, yakni metode yang berusaha mendapatkan esensi tertentu dalam bidang kefilsafatan dengan jalan membandingkan esensi, keterangan yang mendasar dan berbagai aliran dalam filsafat. Metode ini lebih berorientasi pada perbandingan ciri-ciri pemikiran kefilsafatan, bukan kese-ragaman yang tampak pada nilai kefilsafatannya.
Kelima, metode fenomenologis. Metode ini berusaha memahami fenomena sebagai data dengan menekankan inti kesadarannya, bukan persepsi awal peneliti. Dengan kata lain, fenomena yang hendak diteliti dibiarkan mengalir apa adanya tanpa intervensi dari peneliti.

Seperti halnya metode studi filsafat Islam, model-model studi filsafat Islam pun variatif dan terus berkembang. Di sini penulis sengaja menyajikan mo-del yang diperkenalkan oleh Abuddin Nata, sebagai bahan perbandingan bagi pe-ngembangan studi filsafat Islam selanjutnya. Setidak-tidaknya, menurut Abuddin Nata, ada tiga model studi filsafat Islam yang dapat dikembangkan, yaitu :
Pertama, Model Amin Abdullah. Model yang dikembangkan oleh Amin Abdullah adalah model studi tokoh, dimana dalam disertasinya Amin mem-bandingkan konsep etika menurut al-Ghazali dan Immanuel Kant . Dalam me-lakukan penelitiannya, Amin meneliti karya-karya yang telah ditulis oleh kedua tokoh tersebut tentang etika, sebagai sumber primer, maupun karya-karya yang di-tulis oleh orang lain tentang konsep etika kedua tokoh tersebut.
Kedua, Model Otto Horrasowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution. Ketiga tokoh ini menggunkan model pendekatan campuran antara pendekatan his-toris, pendekatan kawasan, pendekatan substansi dan tema-tema yang menjadi konsep filosofis sang filsuf. Harun Nasution misalnya, ia mengkaji filsafat dengan menggunakan metode historis, tokoh dan ide-idenya. Begitu juga halnya dengan Horrasowits dan Majid Fakhry, selain membahas kesejarahan filsafat dan tokoh-tokohnya, mereka juga meneliti ajaran-ajaran sang filsuf tentang cahaya, etika, epistimologi, wahyu, gerak, jiwa dan lain-lain. Model ini dapat disebut sebagai metode holistik, karena variabel filsafat yang digunakan bervariasi.
Ketiga, Model studi tematik . Model ini seperti yang dilakukan oleh Oliver Leaman dan Seyyed Husein Nasr. Kajian ini menggunakan metode ke-pustakaan dan analisis atas pemikiran-pemikian filsuf muslim klasik berdasarkan tema-tema tertentu, seperti mistisisme, ontologi, pengetahuan, ilmu dan lain-lain.
Keempat, model studi tematik al-Quran dengan kerangka filsafat . Metode ini diperkenalkan oleh Afzalurrahman. Model studi ini berdasarkan pada tema-tema tertentu seperti Tuhan, manusia, wahyi, alam semesta dan lain-lain yang ada di dalam al-Quran untuk dikaji secara filosofis. Metode yang dipakai da-lam model ini adalah analisis bahasa dan hermeneutik. Sesekali juga dapat meng-gunkan analisis saintifik. Hasil yang dapat dicapai dengan model studi ini adalah kesimpulan-kesimpulan atas makna ayat sebagai paradigma al-Quran.
Selain keempat model studi tersebut, barangkali tidak sedikit model lain yang dapat digunakan untuk mengkaji filsafat. Hal ini tidak mustahil mengingat kinerja filsafat yang bertumpu pada rasionalitas akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan rasio.

Tidak ada komentar: