Oleh: Kurdi Muhammad
Islam dengan segala sumber daya yang dimilikinya sungguh sangat meng-agumkan. Bagaimana tidak, ajaran yang di awal kemunculannya dianggap sebagai agamanya ‘orang gila’, kini telah mengalami metamorfosa yang luar biasa dahsyatnya, sehingga menjadi kajian yang tak kunjung habis. Ibarat sebuah institusi, meminjam istilah Emha Ainun Najib, ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini mewariskan sistem religiusitas yang mengakar sangat kuat . Keunikan dan kebesaran Islam kerap me-munculkan tokoh-tokoh besar juga, sebut saja Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman, Ali, Harun al-Rasyid, Umar ibn Abdul Aziz, Ghazali, ibn Sina, Ibn Rusyd, Ibn Khaldun dan lain-lain.
Dalam tulisan ini, penulis fokus membahas tokoh besar Islam, Ibn Khaldun, pemikiran politik Islamnya, kemudian mencoba untuk memperbandingkan dengan konsep pemikiran Pemikir Barat. Terlahir dengan nama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan, dalam perkembangannya beliau lebih masyhur dipanggil Ibnu Khaldun. Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah SAW., bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah Lingkungan keluarga yang agamis menjadikannya hafidh al-Qur’an sejak usia dini.
Ketokohan Ibn Khaldun
Ibn Khaldun dikenal sebagai seorang sejarawan dan bapak sosiologi Islam. Ia juga dikenal sebagai Bapak Ekonomi Islam, karena pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)2. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat mendalam terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya. Ibn Khaldun seorang Fenomenolog. Ia juga seorang konseptor ulung dalam hal teori politik Islam.Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Ibn Khaldun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru
Periodisasi dan Karya
Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun. Penulis mencoba meringkasnya dalam tiga periode perjalanan dan pengembaraan hidup beliau . Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika. Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir.Pada periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi).
Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara. Setelah keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga ke-hidupan Ibnu Khaldun, yaitu saat ia berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-'ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-'Ibar wa Diwanul Mubtada' awil Khabar fi Ayyamil 'Arab wal 'Ajam wal Barbar wa Man 'Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Kitab al-i'bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d'Ibn Khaldoun.
Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh so-siolog-sosiolog Jerman dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern. Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta'riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-'ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta'akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi). DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya "The Islamic Review & Arabic Affairs" di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, "Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).
Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini. Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan ke lima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah . Ibn Khaldun sangat meyakini, bahwa pada dasarnya negara-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
Pemikiran Politik dan Kenegaraan
Hemat penulis, Ibn Khaldun selain sosiolog dan sejarawan, dia juga seorang yang memiliki benih-benih Futurologi . Hal ini dapat dilihat dari analisa tulisannya yang tidak hanya berorientasi pada masanya, namun juga jauh ke depan menyelami riak-riak peradaban modern . Berikut penulis meringkas hasil pemikiran ibn Khaldun, berdasarkan pada kesesuaian dengan konteks ke-Indonesiaan:
1.Kerajaan dan Dinasti hanya bisa ditegakkan atas bantuan dan solidaritas rakyat; menurut Khaldun jika ingin mendirikan Negara maka tidak bisa tidak, solidaritas rakyat harus digalang sampai muncul satu tekad sanggup berjuang dan mati bersama demi satu tujuan itu (baca: idealisme)
2.Negara yang Kuat adalah Negara yang didasarkan pada Agama; hemat Khaldun, kekuasaan diperoleh dengan kemenangan, sedangkan kemenangan diperoleh dengan membentuk solidaritas yang kuat. Solidaritas terbentuk jika rakyat mempunyai kesatuan tujuan, dan pada kesatuan tujuan inilah peran agama sangat signifikan .
3.Negara tidak dapat berdiri kalau Pembesar dan Rakyatnya beda tujuan dan semuanya takut mati.
4.Negara yang kuat adalah negara yang memiliki keunggulan dalam hal syaukah, Ashabiyah dan Maaliyah .
5.Negara yang liar kedaulatannya akan sangat luas
6.Jarang ada Negara Plural yang Aman
7.Pecahnya Negara merupakan konsekuensi kelemahan negara
8.Usaha sentralisasi kekuasaan, kemewahan serta sifat malas merupakan indikasi sudah dekatnya masa kehancuran sebuah negara.
9.Selanjutnya, negara akan sampai pada fase dimana pemerintah lebih percaya pada sekutu asing
10.Negara yang ditaklukan pasti akan selalu meniru yang menang, dan cenderung lebih cepat lenyap
11.Kezaliman Penguasa membawa kehancuran Negara dan Peradaban
12.Terdapat ledakan penduduk pada akhir negara, disertai wabah dan kelaparan yang meningkat .
Sebetulnya, masih ada sekitar 60-an lagi teori yang dikemukan oleh Ibn Khaldun. namun, hemat penulis keduabelas konsep di atas sangat relevan dengan kondisi bangsa-bangsa di dunia saat ini. Karenanya, dengan itu insya Allah sudah cukup mewakili.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar