Rabu, 26 November 2008

Muhammadiyah Kolo Bendu (II)

By: Kurdi Muhammad

MUHAMMADIYAH DAN ISU POLITIK
Bukan hal yang baru, saat eksistensi dan peran besar Muhammadiyah dikait-kaitkan dengan isu sentral politik. Di masa penjajahan Belanda gejala ini sudah ada, terutama semenjak kehadiran KH Mas Mansur di tubuh Muham-madiyah, yang secara terang-terangan mengajak Muhammadiyah aktif secara politis dalam Partai Islam Indonesia, untuk memperjuangkan nasib bangsa . Isu ini menarik perhatian para konsul Muhammadiyah untuk mengadakan konferensi di Kudus, 7-9 April 1939.
Konferensi memutuskan bahwa tak seorang pun pimpinan Muhammadiyah bisa ambil bagian aktif sebagai pimpinan di dalam partai atau organisasi politik lainnya selama ia masih melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam Muham-madiyah. Kendati keputusan ini sempat meredakan gelombang kritik terhadap keterlibatan Mas Mansur dalam politik, gelombang itu muncul lagi dari waktu ke waktu. Namun, bagai anjing menggonggong kafilah berlalu, Mas Mansur terus saja aktif berjuang di bidang politik.
Menurut tesis Dr Alfian dalam Muhammadiyah: the Political Behaviour of Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism (1989) ada tiga fungsi Muhammadiyah: pertama, sebagai gerakan reformasi agama. Kedua, sebagai agen transformasi sosial. Dan ketiga, sebagai kekuatan politik. Gerakan reformasi agama Muhammadiyah sangat dipengaruhi oleh pan Islamisme Timur Tengah.
Namun, sungguhpun kondisi politik bangsa yang menjadi keprihatinannya, KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan tetap menggunakan pendekatan kultural dalam mengartikulasikannya. Ini menandakan bahwa beliau tidak berorientasi ke-kuasaan, melainkan kemanusiaan dan peradaban. Dari KH Ahmad Dahlan kita juga dapat menarik pelajaran bahwa peran tokoh agama sangat signifikan dalam mengarahkan keberagamaan umat.
Sebagai organisasi sosial keagamaan, sesungguhnya Muhammadiyah di-dirikan untuk kepentingan yang berorientasi sosial keagamaan pula, yakni mem-berdayakan umat dari keterbelakangan dan keterpurukan. Meski begitu, dalam perjalanan sejarahnya Muhammadiyah tidak bisa berdiam diri dari realitas politik yang memaksanya untuk turun tangan. Tujuan sesungguhnya adalah tidak keluar dari frame untuk kepentingan umat. Dalam pandangan politik mempunyai di-mensi ibadah, asal saja ia digunakan sebagai alat untuk merealisasikan prinsip amar ma'ruf nahi munkar .
Sejak awal didirikan, setidaknya ada dua ciri yang melekat pada Mu-hammadiyah dan dapat dikatakan sebagai ciri utama. Kedua ciri utama ter-sebut adalah orientasi tajdid (pembaruan) dan menghindari politik praktis . Dalam konteks politik, Muhammadiyah sebagaimana telah disebutkan, tidak bisa lepas tangan. Tetapi, peran politiknya tidak lantas menceburkannya ke dalam politik praktis dengan tidak menjadikan diri sebagai partai politik.
Memang Muhammadiyah pernah terlibat dalam politik praktis, tetapi itu terjadi ketika Indonesia sedang berjuang melawan dan mengusir penjajah Belanda. Bukan dalam konteks politik kepartaian. Saat itu Muhammadiyah aktif dalam pembentukan laskar hizbullah dan sabilillah yang berjuang secara fisik untuk memerdekakan bangsa ini dari penajajahan kolonial .
Dari situlah, sungguhpun Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun ia memiliki peran dan pengaruh politik yang amat disegani oleh pemerintah Belanda. Sejak awal sudah terlihat bahwa Muhammadiyah memiliki potensi men-jadi kekuatan yang membahayakan negara-negara imperialis. Situasi sosial-politik yang penuh dengan penindasan dan ketidak-adilan itu, ditambah dengan adanya problem internal umat Islam dan bangsa Indonesia secara umum berupa kebo-dohan dan konservatisme dalam beragama, menjadi altar yang melandasi kiprah Muhamadiyah.

SIKAP MUHAMMADIYAH TERHADAP PENJAJAH
KH. Ahmad Dahlan membaca situasi umat Islam Indonesia tidak jauh berbeda dengan di Timur Tengah pada umumnya. Penjajahan bangsa Eropa terhadap umat Islam menjadi titik keprihatinan KH A Dahlan. Menurutnya, keber-agamaan yang dipenuhi mitologi telah melemahkan aqidah dan semangat juang umat Islam. Karena itu reformasi agama adalah kunci utama menuju transformasi sosial dan memperjuangkan kemerdekaan.
Menariknya, sungguhpun titik berangkat keprihatinannya adalah pen-jajahan bangsa Barat atas umat Islam, namun KH A Dahlan tidak menutup diri untuk mengadopsi sistem pendidikan Barat. Ini menunjukkan bahwa beliau me-miliki sikap arif dan jernih dalam melihat dan memilah persoalan. Barat harus dimusuhi sebagai penjajah, namun harus dikawani sebagai peradaban.
Agama Kristen yang dibawa para misionaris Barat harus dimusuhi sejauh ketika agama tersebut dipakai sebagai kedok imperialisme. Namun sebagai sebuah agama, KH A Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat luas, tidak sebatas sesama umat Islam. Sejarah mencatat bahwa beliau sangat akrab dengan para pastur dan pendeta. Pergaulannya melintasi keimanan dan agama. Beliau menjadikan kemer-dekaan dan kebebasan sebagai common platform (kalimatun sawa) dalam perjuangan.

PERJUANGAN BERKESATUAN

Setelah menginjak abad ke-20, terutama sejak didirikannya Budi Utomo, dalam perjuangannya melawan imperialis, Muhammadiyah mulai mengembang-kan usaha-usaha perlawanan yang berkesatuan, atau yang dalam bahasa HM Daris Tamim disebut sebagai perjuangan berwawasan Nusantara . Perbedaan suku, adat-istiadat, wilayah maupun ideology harus disatukan di bawah satu bendera perlawanan me-lawan penjajah. Semangat berkesatuan seperti ini notabene dijiwai oleh semangat puifikasi agama melalui pesan yang terkandung dalam teks al-Quran.

PENUTUP
Dalam alam Indonesia merdeka sekarang ini tugas sejarah Muhammadiyah masih belum selesai. Tugas sejarah itu antara lain menyangkut menyuburkan terus jiwa keislaman dalam seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sambil memperkokoh Pancasila sebagai dasar negara nasional kita bersama. Almarhum K.H. Ahmad Dahlan pernah berpesan: “Kami titipkan Muham-madiyah ini kepadamu.” Pesan ini mengandung arti hendaknya apa yang dititipkan itu dijaga baik-baik dan dikembangkan baik-baik. Yaitu hendaknya kita semua menyadari kembali sejarah gerakan Muhammadiyah itu; untuk dijadikan pedoman dalam melanjutkan perjuangan Bangsa dan Negara kita seka-rang ini .

Tidak ada komentar: