Rabu, 26 November 2008

Muhammadiyah Kolo Bendu (I)

By: Kurdi Muhammad

SELAYANG PANDANG
Persyarikatan Muhammadiyah berdiri atas prakarsa K.H. Ahmad Dahlan Allahu yarhamhu sebagai gerakan Islam. Gerakan ummat Islam yang diorganisir untuk memenuhi kewajiban dan tanggung-jawab terhadap agamanya, serta ter-hadap nusa dan bangsanya.
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah berjuang di bidang masyarakat. Bekerja dan bergerak di tengah masyarakat melaksanakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti yang sebenarnya dan seluas-luasnya, untuk mene-gakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah dalam wadah Negara Kesatuan Republik In-donesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 . Dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional untuk membangun manusia yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, taat beribadah, berakhlak mulia, giat bekerja untuk kemaslahatan dan kemajuan bangsa dan negara .
Mengikuti dan mengamati pertumbuhan Muhammadiyah serta perju-angannya dari masa ke masa sungguh mengasyikkan. Ada beberapa hal yang per-lu dipelajari secara mendalam untuk bisa dihayati. Terutama oleh angkatan muda sebagai “penerus” dan “penyempurna” Muhammadiyah dan perjuangannya.
Apa sebenarnya kekuatan yang melandasi Muhammadiyah, sehingga Mu-hammadiyah sanggup bertahan terus berjuang sepanjang usianya tanpa mengenal lelah, jemu dan jenuh, serta berhasil memelihara, antara lain adalah: Kesatuan dan persatuan serta sikap kebersamaan dalam tubuh organisasinya. Perbedaan pen-dapat dan sikap bagaimanapun jauhnya berhasil diselesaikan sebaik-baiknya lewat musyawarah berdasar “syura bainahum”. Sehingga terhindar dari bencana per-pecahan. Teguhnya pendirian, tabah dan uletnya berjuang, tanpa pernah gentar dan putus asa menghadapi hambatan, rintangan, kesukaran dan kesulitan dalam perjuangan menegakkan keyakinan dan cita-cita hidupnya .
Meskipun sudah hampir seabad Muhammadiyah berjuang, dan dikatakan sudah banyak hasil yang dapat dicapai selama itu, tetapi untuk sampai kepada maksud dan tujuannya perjalanan masih jauh. Perjuangan menegakkan dan men-junjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan mak-mur yang diridhai Allah SWT., adalah perjuangan jangka panjang, tidak akan se-lesai tuntas selama dunia masih berkembang dan ummat manusia masih datang dan pergi mengisi kehidupan didunia ini.
Adalah kewajiban dan perjuangannya sepanjang masa, untuk menjaga agar Muhammadiyah tetap diatas jalan yang benar yang diridhai Allah dalam mene-ruskan perjuangan sesuai dengan fungsi dan missinya, sampai tercapainya maksud dan tujuannya yang telah menjadi keyakinan dan cita-cita hidupnya.

MUHAMMADIYAH DI MASA PENJAJAHAN

Tidak dapat disangkal, Muhammadiyah sejak berdirinya pada tahun 1912 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjuangan Pergerakan Kemer-dekaan Indonesia. Di zaman kolonial Hindia Belanda, Muhammadiyah aktif sekali menjalankan gerakan pembaruan (tajdid) ditengah-tengah masyarakat kita, yang pada waktu itu ajaran-ajarannya mengalami kebekuan dan menimbulkan bid’ah, syirik dan khurafat. Dibawah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan, gerakan Mu-hammadiyah lebih mengutamakan jalan edukatif-paedagogis, sedangkan di lain pihak, Syarikat Islam lebih mengutamakan jalan politik.
Namun, baik Muhammadiyah maupun Syarikat Islam sebenarnya ber-sama-sama ingin menyempurnakan Nasionalisme Indonesia yang sudah bangun sejak tahun 1908 dengan jiwa “monotheistis religious Islamisme”. Adapun Budi Oetomo mencerminkan aliran “kultural nasionalisme”, sedangkan Indische Party ingin melengkapinya dengan “politik nasionalisme”. Nasionalisme-kultural dan nasionalisme-politik saja tidak sempurna tanpa aliran Islamisme-politik dan Islamisme-edukatif-paedagogis. Dibidang edukatif-paedagogis inilah jasa dan peran Muhammadiyah dalam sejarah Kebangkitan Nasionalisme Indonesia .
Di dalam alam penjajahan, kedua aliran itu diadu domba dalam kerangka politik de vide et impera . Namun berkat jiwa dan semangat “ukhuwah watho-niyah”, yang antara lain disuburkan oleh Muhammadiyah dalam barisan ke-panduan “Hizbul Wathon” maka politik de vide et impera itu dapat dicegah. Tidak berlebih-lebihan kiranya untuk menegaskan dis ini, konsepsi Negara Pan-casila adalah hasil renungan dan pikiran yang matang dan mendalam dari tokoh-tokoh pemimpin Nasionalisme dan Islamisme bangsa Indonesia, dan yang secara dewasa dan realistis ingin menempatkan Negara dan Bangsa Indonesia dengan segala kemajemukannya ditengah-tengah situasi dan kondisi modern dengan tun-tutan-tuntutan serta tantangan dari dunia internasional.
Berdirinya Muhammadiyah disahkan melalui Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernement besluit) No. 81 tanggal 22 Agustus 1914, yang diubah dan disempurnakan dengan Surat Keputusan No. 36 tanggal 2 September 1921 menyebutkan :
1. Mensahkan berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah di Hindia Belanda untuk waktu 29 tahun sejak tanggal berdirinya. Diberi hak bekerja menjalankan missinya dengan mengadakan berbagai kegiatan dan menyelenggarakan amal-usaha yang sesuai dengan missinya.
2. Mengakui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah ber-badan hukum Barat (Eroupesche rechts persoon). Dipersamakan kedudukannya dengan bangsa/orang Belanda didalam dan diluar Pengadilan.
3. Idzin berdirinya setiap habis masa berlakunya dapat dimintakan per-panjangan.

Ketika itu, Hoofd Bestuur Muhammadiyah perlu berbadan hukum Barat, agar sebagai gerakan Islam bangsa Indonesia martabatnya tidak direndahkan, di-hina dan diperlakukan semena-mena oleh kaum kolonialis Belanda dan ambtenar Hindia Belanda yang sikapnya sangat membenci dan memusuhi agama Islam dan kaum Muslimin bangsa Indonesia. Sama sekali tidak untuk maksud memisahkan Muhammadiyah dari bangsa Indonesia keseluruhannya dan perjuangannya.
Mestinya idzin berdirinya Muhammadiyah telah habis pada tahun 1941, perlu dimintakan perpanjangan. Tetapi keburu pemerintah Hindia Belanda lenyap untuk selama-lamanya, dan kedudukannya digantikan oleh Pemerintah Militer Tentara Kekaisaran Jepang.

Tidak ada komentar: