Oleh: Kurdi Muhammad
Bukan bermaksud pamrih, namun lebih kepada tahaduts bin ni’mah, karena bagaimanapun juga, saat harus hunting PSK (Pekerja Seks Komersial) susah-susah sulit, bukan gampang-gampang susah. Logikanya, orang yang berprofesi seperti itu, tidak mungkin secara terang-terangan mau mengeksposnya. Bagaimanapun juga, mereka juga sadar diri bahwa apa yang mereka lakukan tidak dibenarkan oleh masyarakat kebanyakan.
PSK merupakan sebuah konstruk kebahasaan yang mencoba mengintervensi pola kehidupan sosial guna menciptakan image negative, karena memang tujuannya agar dijauhi oleh seseorang. Kasusnya mirip dengan beberapa konstruk kebahasaan yang juga maklum di kalangan orang Indonesia. Stigma-stigma kebahasaan seperti tidak perawan, kumpul kebo, anak haram, homo seksual, lesbian, banci, waria dan lain-lain adalah upaya kontrol sosial atas perilaku dan status sosial yang dianggap tidak patut melalui pelembagaan konstruk bahasa .
Idiom-idiom seperti itu untuk menciptakan sebuah pranata kebahasaan yang ditransfer ke dalam fenomena interaksi social yang diharapkan bermuara pada satu titik, dimana masyarakat tidak menerimanya sebagai seutau yang baik. Sehingga, perbuatan atau hal yang dianggap tidak baik itu bisa dihindari atau minimal sebagai social control saat terjadi clash of social relationship. Faktanya, kontruk ini efekteif dalam mengontro perilaku social masyarakat, karena penulis yakin setiap orang yang nalar socialnya masih jalan, akan selalu berusaha menhindarkan dirinya dari sebutan dengan konstruk negative tersebut. Namun, barangkali keeksklusifan para PSK disebabkan oleh perasaan minder mereka, karena telah menyalahi nalar social masyarakat.
Teologi Perkawinan
Islam mengatur segala hal dengan sempurna, dalam hal ini pernikahan. Menurut etimologi atau lughowi nikah berarti menghimpun atau mengumpulkan, dengan tujuan mawaddah warrohmah . Di tinjau dari ukum positip Indonesia, perkawinan yaitu: " Ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa". Berarti dituntut bila akan melaksanakan perkawinan, didasari atas ikatan lahir bathin, tapi bukan nafsu belaka (nafsu lawwamah).
Perkawinan merupakan sebuah organisasi terkecil dalam society of life atau kehidupan masyarakat. Dari sana, terintegrasi dua insan yang berbeda tapi sama. Artinya, keduanya dari kedua keluarga yang berbeda, tapi memiliki kesamaan berfikir dan emosional, yang dalam istiah agama dikenal dengan istilah Kuffu.
Bakat seksual barangkali merupakan bakat alamiah yang diberikan oleh Allah ke-kepada seluruh manusia. Hanya sedikit jumlah orang yang tidak dikaruniai bakat tersebut (baca: impotent). Dalam bahasa Sigmund Freud, naluri seksual adalah gejolak alamiah yang akan menggeliat tak karuan jika tidak dilembagakan. Karenanya, Freud merekomendasikan sebisa mungkin masalah seksualitas dilembagakan. Maka dari itu, jauh-jauh hari Islam telah berusaha melembagakan penyaluran hasrat seksual itu dalam sebuah pernikahan.
Nikah dalam bahasa Arab berakar kata pada bentuk fiil madhi na ka ha yang dalam banyak literatur fikih dipersamakan dengan alwathu, yang berarti ‘menekan’ yang kemudian dalam perkembangannya mengalami sublimisasi makna menjadi disinonimkan dengan (nuwun sewu) ’jimak atau bersetubuh’. Hal ini dapat dimaklumi karena, salah satu faktor utama pembentuk sebuah mahligai pernikahan adalah hubungan sebadan antara suami istri . Karenanya, benar secara kaidah bahasa, jika penulis menterjemahkan ayat fankihuu maa thaaba lakum minan nisaai.... (QS 4: 3), dengan Setubuhilah Wanita-wanita yang kamu senangi. Ada pula yang melontarkan adagium na ka ha sebagai bentuk akronim dari nikmat, karamah, dan hamasah, karena memang pada kenyataannya, orang yang sudah menikah dipastikan memperoleh kenikmatan yang luar biasa, kemulyaan yang lebih dan semangat hidup yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Dalam bahasa yang sederhana -meminjam bahasa slank JTV- akronim nun kaf ha diterjemahkan dengan (maaf) nang kamar ho ho hi he (baca: sesuai dengan hasil penafsiran anda).
Menurut Abul Faraj al-jauzy menikah sangat erat kaitannya dengan hubungan suami istri, hobi nikah merupakan tujuan puncak ibadah, bila diniati untuk memperbanyak anak, bahkan menurutnya nikah untuk senang-senang saja tidak apa-apa, hukumnya mubah. Dia menambahkan, bahwa secara anatomis (maaf) sperma merupakan sumber kekuatan kedua setelah darah, keduanya menjadi tiang bagi tubuh. Air sperma yang mengendap tak pernah dikeluarkan, secara perlahan akan naik ke otak yang pada akhirnya akan menyebabkan penyakit dan menimbulkan pikiran-pikiran kotor. (lih. In The Name of Sex hal. 99-100)
Dalam konteks yang lain, Al-Quran lebih sering menggunakan kata tazawuj sebagai khitab yang mengindikasikan arti bahasa pernikahan. Secara leterlijk kata tazawuj berarti berpasangan yang merujuk pada sebuah mahligai pernikahan yang tentu saja memasangkan antara laki-laki dan perempuan . Para Fuqaha sepakat, bahwa yang dimaksud dengan Nikah adalah sebuah akad yang menghalalkan hubungan sebadan antara seorang laki-laki dan perempuan, dengan syarat dan rukun tertentu dengan niat ibadah kepada Allah SWT.
Dari beberapa definisi pernikahan di atas, kiranya dapat disimpulkan karakteritik dan hikmah pernikahan, antara lain :
a) Pernikahan merupakan ibadah yang paling enak
b) Berkait kelindan dengan hubungan sebadan
c) Penyatuan dua keluarga yang berbeda adat dan kebiasaannya
d) Penyatuan hati dua insan dengan banyak perbedaan
e) Mengandung kemuliaan di dalamnya
f) Memiliki dimensi ketertundukan kepada sang khalik dll.
Wal hasil, dengan dilembagakan melalui sebuah pernikahan, penyaluran bakat seksual akan lebih humanis dan mendatangkan banyak maslahat. Selain itu, dari beberapa hikmah di atas ada banyak keuntungan yang dihasilkan dari adanya sebuah pernikahan, diantaranya, tambah keluarga, lebih banyak ladang pahala, dimudahkan rizkinya dan lebih bermartabat. Selain itu, Islam juga mensyariatkan pernikahan dengan segala hal yang berhubungan dengan itu, agar seseorang memperoleh keturunan dengan status anak yang jelas nasabnya.
Perkawinan Perspektif PSK
Di atas sudah dipaparkan beberapa konsep tentang sebuah perkawinan. Dalam kajian kali ini, penulis mencoba menghadirkan persepsi pernikahan sudut pandang PSK. Sebagai responden, penulis telah mewawancarai salah seorang YTPSK (yang Terpaksa Menjadi PSK, Perempuan Sangat Kuat) berinisial S, sebut saja Bunga, usia 34 tahun, dengan dua orang anak perempuan, masing-masing usis 20 tahun dan 7 tahun. Bunga kini mengelola warung kopi ‘remang-remang’ bersama anak perempuannya yang berusia 20 tahun. Kedua anak perempuan Bunga adalah hasil perkawinannya dengan suaminya yang pertama.
Penulis tidak tega menyebutnya sebagai PSK dalam pengertian yang lazim, karenanya PSK untuk Bunga, penulis artikan sebagai Perempuan Sangat Kuat. Dalam arti kuat menjalani kehidupan, padahal dia harus menghidupi dua orang anaknya sendirian, karena sudah sepuluh tahun yang lau suaminya meninggal. Semenjak itu ia menjadi single parents, meski ia sempat akan menikah lagi satu tahun yang lau, namun gagal, karena alasan yang enggan disebutkan kepada penulis.
Langsung saja, menurut Bunga, Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang urgen kuntuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia. Namun Bunga lebih menekankan pada kehadiran sosok suami sebagai orang yang mampu menopang kehidupan ekonomi dan kesejahteraan keuarga. Ia juga menambahkan, bahwa kehidupan berumah tangga diperlukan untuk menghadirkan sosok suami yang mampu menjadi Bapak bagi anak-anaknya. Dalam arti, suami yang mampu mengawal pertumbuhan anak-anaknya dengan pendidikan yang memadai. Terus terang, lanjut Bunga, ia merasa kewalahan jika harus mendidik anak-anaknya sendirian, karena baginya sosok Bapak diperlukan untuk membentuk karakter anak-anak. “Kalau ada Bapak sama dengan ada yang ditakuti,” ujarnya lirih. Hal ini diamini oleh Melati, bukan nama sebenarnya, anak Bunga, menurutnya kehadiran seorang Bapak diperukan untuk menjaga stabilitas keluarga. Sedangkan saat ditanya tentang apa saja yang diketaui berkaitan dengan perkawinan, Bunga mengaku tidak tahu banyak tentang itu, untuk prosesiny dan segala macam syarat-rukunnya, ia menyerahkan sepenuhnya pada petugas sesuai hukum yang ada.
Berbeda dengan Bunga, Gigolo dan PSK, Sebut saja Kumbang dan Kupu-Kupu, yang didatangkan sebagai salah nara sumber dalam program UPACARA (Ulfa Punya Acara) yang ditayangkan stasiun televisi swasta AN TV, menyebutkan bahwa, perkawinan justru akan menghalangi karir mereka di dunia gelap itu. Baginya, perkawinan hanya akan membuat mereka semakin terikat, sehingga tidak bebas lagi. Padahal niat mereka melakukan perbuatan itu adalah untuk bersenang-senang dan memperoleh banyak keuntungan materiil. Terakhir, penulis juga memperoleh sedikit tentang PSK Laki-laki, dalam arti Pembei Seks Komersial. Menurutnya, ia sering jajan di luar lebih dikarenakan ‘jajan’ yang di rumah itu-itu saja, tidak ada variasi.
Dari gambaran di atas, tampak ada perbedaan persepsi dari mereka yang nota bene berada dalam satu profesi, hal ini lebih dikarenakan latar belakang masing-masing yang berbeda pula. Satu pihak berasal dari desa yang masih lumayan dipengaruhi nilai-nilai agamis, dan satu lagi hidup di ingkungan metropolis yang cenderung hedonis dan permisif.
Rabu, 26 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar