Rabu, 26 November 2008

Menyulap Tanah Wakaf Menjadi Income Centre (Studi Observasi Pemanfaatan Tanah Wakaf di Ponpes Al-Muniroh, Gresik)

Oleh: Kurdi Muhammad

Gambaran Umum

Secara etimologis kata wakaf berasal dari bentuk fiil waqafa yang secara leterlijk berarti ‘berhenti atau tertahan.’ Sementara Wakaf dari segi istilah dapat di-maknai sebagai menahan sesuatu benda atau harta yang suci dan halal bentuk zatnya supaya digunakan untuk tujuan kebaikan dan mendapat manfaat daripadanya.
Wakaf menurut Undang-Undang perkawafan Indonesia adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau ke-sejahteraan umum menurut syariah (pasal 1 ayat 1). Dalam ketentuan umum dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan wakif adalah pihak yang mewakafkan benda miliknya.
Dalil yang mengisyaratkan pelaksanaan wakaf adalah Firman Allah S.W.T dalam surat ali-imran ayat 92: Artinya: Kamu tidak sekali-kali akan mencapai (hakikat) kebajikan dan kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu dermakan sebagian apa yang kamu sayangi. Dan apapun yang kamu dermakan maka sesungguhnya Allah me-ngetahuinya.
Sementara itu dari hadits yang diriwayatkan Abi Hurairah menjelaskan, bahwa Apabila mati seseorang itu maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara : sedekah jariah, ilmu yang termanfaat dan anak yang soleh mendoakan untuknya. Juga, dibe-ritakan dari Ibnu Umar bahwa Umar mendapat bagian sebidang tanah di Khaibar. Beliau berkata, "wahai Rasullullah. Saya mendapat sebidang tanah di Khaibar se-dangkan saya belum pernah mendapat yang lebih berharga daripada itu. Apa yang sebaiknya saya lakukan?" Rasullullah S.A.W menjawab, "Bila kamu mau, se-dekahkanlah." Lalu Umar menyedekahkan tanah itu dengan syarat tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan. Tanah itu harus digunakan untuk kaum miskin, karib kerabat, para hamba sahaya, orang-orang lemah, dan ibnu sabil."
Adapun rukun wakaf dalam beberapa literatur fikih antara lain: orang yang mewakafkan, orang yang menerima wakaf, benda yang diwakafkan dan ijab kabul. Sementara dalam Undang-undang Wakaf (pasal 6) rukun wakaf ada lima yaitu; Wakif, Nadzir, Benda Wakaf, Ikrar Wakaf dan Peruntukan Benda Wakaf.

Proses Wakaf di Pondok Pesantren Al-Muniroh
Penulis tidak akan membahas detil teori tentang wakaf, melainkan lebih kepada praktek pelaksanaan wakaf yang telah berhasil penulis teliti, yakni di Pondok Pesantren Al-Muniroh, Gresik. Kerangka teori dalam gambaran umum di atas hanya sebagai acuan yang penulis jadikan sebagai standarisasi untuk meneliti proses wakaf di Pondok Pesantren Al-Muniroh.
Adalah H. Mawardi orang yang mewakafkan tanahnya seluas 642 m2 (enam ratus empat puluh dua meter persegi), yang di atasnya berdiri dua bangunan, kepada Pondok Pesantren Al-Muniroh. Dan yang bertindak sebagai nadzir ketika itu adalah H. Halim Munir, sebagai Ketua; Drs. Abdullah Munir, sebagai wakil Ketua; Afif Shah, sebagai Sekretaris; H. Husain Bawafi, selaku Bendahara dan Hasan Musthofa, sebagai anggota. Demikian informasi yang berhasil penulis himpun dari KH. Mahmudi Ambar, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muniroh saat ini.
Jika kita kaitkan dengan rukun wakaf sebagaimana penulis terangkan dalam gambaran umum di atas, maka proses pelaksanaan wakaf di Pondok Pesantren Al-Muniroh sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Karena unsur-unsurnya mulai dari na-dzir sampai ikrar wakaf, bahkan peruntukan wakaf pun terpenuhi. Menurut KH. Mah-mudi, ikrar wakaf H. Munir tidak mengarah pada permintaannya agar tanah wakaf di-pergunakan untuk bangunan tertentu. Ikrar wakaf saat itu, menjelaskan bahwa tanah wakaf diserahkan untuk kepentingan dan kemaslahatan Pondok Pesantren.

Pembacaan Cerdas
KH. Mahmudi Ambar mampu membaca secara cerdas peluang itu. Pada saat kepemimpinannya, sisa tanah wakaf setelah digunakan untuk bangunan kelas Madrasah Ibtidaiyah, dia sulap menjadi tambak ikan dan ladang ternak. Di dalamnya dipelihara berbagai macam ikan, mulai dari Lele, Mujair sampai ikan Patin, yang biasanya banyak diminati restoran Chinese. Sementara hewan ternak yang dipelihara adalah ayam potong, bebek dan kambing.
Jika dikalkulasi, pemasukan dari usaha itu per bulannya tak kurang dari 15 juta rupiah. Income yang sekian itu mampu menutupi biaya Pesantren tak kurang dari 15 persen saja, namun itu sudah lumayan, menurut KH. Mahmudi. Selain berperan dalam mendatangkan pemasukan bagi Pesantren, usaha tersebut juga bagus untuk pelatihan jiwa kewirausahaan santri. Bagaiamana tidak, mulai dari proses pembibitan sampai penjualan semuanya dikelola oleh santri.
Tampaknya kita dapat belajar banyak dari pembacaan cerdas Pesantren Al-Muniroh itu, karena mampu menjadikan benda wakaf lebih produktif. Kini status tanah wakaf itu sudah tersertifikasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), dengan nomor register 12 09 16 13 1 00179. Menurut KH. Mahmudi, prosedur pengurusan sertifikat wakaf ini tidaklah sulit dibanding dengan manfaat yang diperoleh setelah itu, yang akan berlangsung selama-lamanya dan tak perlu khawatir kalau sewaktu-waktu ada yang menggugat.

Tidak ada komentar: