Oleh: Kurdi Muhammad
Perkembangan zaman yang terus berputar, telah banyak membuat perubahan global atau change's global, artinya perubahan telah terjadi secara syamil atau menyeluruh. Dimulai dari perubahan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknlogi) yang ditandai dengan kecanggihan peralatan elektronik dan gemerlapnya kehidupan dengan berbagai competition atau persaingan di berbagai bidang, misalnya robot. Tidak sampai disitu saja, perubahan telah terjadi pada sumber daya manusia yang menjadi generasi harapan pengganti dan pemegang tombak kepemimpinan berikutnya. Hal ini ditandai dengan semakin hilangnya rasa moral, etika, pikir manusia dalam kehidupan yang sering disebut dengan IMTAQ (Iman dan Taqwa), baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Tak heran lagi, bahwa kehidupan hedonis (berfoya-foya) pun ikut menjadi ciri kas kehidupan masyarakat pada masa ini.
Perubahan yang nyaris mengecohkan mindset atau pola pikir manusia dalam melangsungkan kehidupan untuk tetap survive telah mengharuskan manusia ber-acting dengan thoriq atau cara competition. Jika dicari benang merahnya, ternyata hal ini berakar dari sebuah teori yang diusung oleh Robert Spencer. Kemudian, dia meminjam jargon yang diungkapkan oleh Darwin yang mengutamakan kompetisi untuk survive dalam kehidupan. Hingga sekarang teori itu masih banyak dikenal di kalangan masyarakat, khususnya bangsa Barat dengan ditandai oleh kehidupan kapitalis. Walaupun secara tidak langsung team Harun Yahya telah melakukan counter (bantahan) terhadap hal itu.
Islam merupakan agama yang diturunkan Allah untuk melakukan penyempurnaan terhadap kitab-kitab sebelumnya. Allah SWT memilih hamba-hamba-Nya untuk menerima risalah (wahyu) sebagai petunjuk bagi dirinya yang disebut Nabi, juga memilih orang-orang yang selain untuk dirinya juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan kepada umatnya yang disebut sebagai Rasul.
Sehelai surat tidak akan sampai kepada tujuan jika tidak ada pengirimnya. Begitu juga, agama (baca: Islam) datang tidak dengan sendirinya, melainkan melalui perantara yaitu malaikat Jibril AS kemudian sampai kepada Muhammad SAW sebagai orang yang dipilih oleh Allah SWT. Islam sebagai risalah yang berfungsi sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia seluruh alam. Dengan kata lain, Irsyadu lisilahi al-Ibad dunyahum wa ukhrohum (HPT Muhammadiyah: Bab Masalah yang lima) yaitu sebagai petunjuk bagi manusia baik di dunia dan akhirat. Sebagai contoh kehidupan masyarakat arab sebelum Islam disebut sebagai masyarakat jahiliyyah. Mereka berjudi, berperang antar suku, mabuk, membunuh tanpa sebab, dan seterusnya. Dengan hitungan tahun Rasulullah melalui risalahnya (baca: Islam) dapat mengajak mereka hidup ke dalam bi’ah (lingkungan) yang penuh dengan ukhuwwah (persaudaraan), kedamaian, keamanan, dan ketentraman diantara suku dengan suku yang lain. Hal ini karena mereka telah ber-Islam (memeluk Islam) dengan benar, yaitu sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbulah.
Dengan Islam, mereka (baca: sahabat) memiliki spirit (semangat) untuk melakukan sesuatu hal, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat, artinya adanya kesesuaian antara dunia dan akhirat. Selama 7 abad Rasul (nabi Muhammad) beserta para sahabatnya telah memberikan peristiwa yang bersejarah bagi peradaban hidup manusia, yaitu menguasai hampir sepertiga dunia daguasai hampir sepertiga dunia damenciptakan tokoh-tokoh spiritual maupun intelektual-intelektual muslim yang sangat berpengaruh bagi peradaban manusia di alam semesta.
Seiring dengan berjalannya waktu, kemunduran semakin tampak dalam kehidupan peradaban manusia (umat Islam). Artinya sebagai umat muslimin tidak lagi mendengar dan melihat hal itu sebagai sebuah kenyataan yang telah muncul dalam sejarah umat muslimin. Tetapi sekarang, hal itu hanyalah sebuah wacana dalam tayangan benak umat manusia (muslim), terkadang hanya bukti yang tergores oleh tinta dalam sebuah buku. Tidak hanya disini, semakin berkembangnya IPTEK yang tidak terjangkau bagi remaja-remaja dan pemuda-pemuda muslim, terkadang pihak yang berwenang (baca: Pemerintah), pun tidak dapat memfilter (menyaring) perkembangan IPTEK yang faktanya dapat merusak dan menjadi influence (virus) dalam kehidupan muslim. Misal kehidupan hedonis (baca: foya-foya) hampir menimpa sebagian besar remaja dan pemuda Indonesia. Dikarenakan tidak adanya kekuatan yang mampu melawannya, artinya dalam pandangan Islam, bahwa remaja dan pemuda kurang memiliki iman yang tangguh, sebagai alat untuk membentuk kepribadian yang kuat menuju keluarga yang sakinah.
Terminologi Nikah Siri
Islam mengatur segala hal dengan sempurna, dalam hal ini pernikahan. Menurut etimologi atau lughowi nikah berarti menghimpun atau mengumpulkan, dengan tujuan mawaddah warrohmah . Belakangan ini, term (istilah) baru tentang nikah mulai nampak di kalangan masyarakat yaitu nikah siri berarti nikah secara diam-diam, maksudnya tanpa di catat oleh Departemen Agama (KUA). Akhirnya mereka (baca: orang yang menikah) tidak mendapatkan surat tanda pernikahan. Sebagian pemuda (sebagaimana trend-nya mahasiswa) menyebutkan bahwa nikah siri merupakan nikah yang tanpa diketahui oleh wali wanita. Biasanya hal ini terjadi karena pihak wanita sudah hamil terlebih dahulu atau disebut dengan istilah married by actident (MBA).
Dari term di atas, nikah sirri dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok. Pertama, nikah yang tidak mempunyai bukti karena tidak dilakukan dihadapan pencatat nikah (Buka website: www. Asiamaya.com) dalam hal ini Departemen Agama (KUA). Kedua, nikah yang dilaksanakan tanpa sepengetahuan wali dari pihak istri.
Para Ulama Mazhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qobul antara wanita yang dilamar dengan laki-laki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali,dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adnya akad. Di tinjau dari ukum positip Indonesia, perkawinan yaitu: " Ikatan lahir bathin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa". Berarti dituntut bila akan melaksanakan perkawinan, didasari atas ikatan lahir bathin, tapi bukan nafsu belaka (nafsu lawwamah).
Melihat semakin pelik dan berbahayanya situation pernikahan di kalangan pemuda, padahal nikah merupakan washilah suci yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya. Artinya, adanya keharusan melaksanakan sesuai dengan perintah syariat (al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbullah). Di samping itu juga, harus dilakukan di hadapan pencatat dari KUA atau penghulu. Hal ini didasari untuk menghindari terjadinya kecurangan atau kejahatan dari pihak suami kepada pihak istri, dengan kata lain istri bisa menuntut kepada suami jika terjadi kecuranagn dari pihak suami. Terutama sekali dalam pernikahan untuk menghasilkan generasi-generasi yang sholih dan sholihah untuk menjadi agent of change (objek perubahan) dalam segala aspek baik keluarga, masyarakat, agama maupun Negara.
Dalam salah satu buku, Annis Matta (Menikmati Demokrasi: 2003) menyebutkan sebagai seorang intelektual muslim, kita diharuskan untuk tidak hanya memiliki ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga harus memiliki ilmu yang berhubungan dengan manusia yang disebut sebagai Human relation (hubungan manusia). Begitu juga sebagaimana yang disebutkan oleh Isma’il al-Faruqi dalam buku (Kewargaan dalam Islam: 2004) harus adanya sekelompok orang-orang yang ikhlas dengan tujuan yang sama disebut sebagai society dan bukan sebaliknya sebagai community (kumpulan-kumpulan orang-orang yang tidak ikhlas).
Perubahan tidak akan terjadi, jika semua pihak tidak mendukung akan adanya perubahan yang global (menyeluruh). Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha melakukan perubahan-perubahan, akan tetapi perlu diingat bahwa yang merubah adalah Allah SWT. Sebagaimana termaktub dalam al-Quran yaitu surat al-Ro’du ayat 11:”Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum mereka merubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri”. Dalam ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa kita (umat Islam) tidak boleh saling menunggu, akan tetapi harus ibda’ binafsi (mulai dari diri sendiri).
Tarjih
Dalam kaidah ulhsul al-Fiqhiyah, terdapat methode atau teknik yang dapat digunakan untuk beristimbath al–Hukm. Dalam permasalahan Nikah Sirri, kita tidak dapat menemukan aturan di dalam nash (al-Quran dan as-Sunnah as-Shohihahaw al-Maqbulah). Artinya dapat digunakan cara lain, yang disebut dengan Ijtihad. Dalam Muhammadiyah (baca: Manhaj Tarjih Muhammadiyah), Ijtihad dapat dilakukan dalam beberapa hal, antara lain:
1. Nash (al-Quran dan as-Sunnah) yang dzoni
2. Terhadap masalah-masalah yang secara explisit tidak disebutkan di dalam nash
Permasalahan nikah sirri merupakan permasalahan yang belum menjadi pembahasan para ulama salaf (baca: ulama dahulu), sehingga hal ini merupakan PR bagi ulama kontemporer (ulama sekarang) untuk berusaha melakukan pembahasan dan menemukan hukumnya. Jika diambil sedikit dampak negatif dari pernikahan tersebut, pasti dampaknya kepada pihak si wanita dan tidak hanya sampai disitu, anak pun akan mendapat dampak negatif, terutama dalam pembuatan Surat Akte Kelahiran. Melihat dari dampak-dampak negatif yang banyak menimbulkan ke-mudhorot-an atau mafsadat bagi banyak kalangan wanita dan anaknya. Bisa digunakan salah satu qaidah dalam qowaid al-Fiqhiyah yaitu Sadd-u al-Dzaro'i.
Saddu adzaro'i meupakan kata majemuk yang terdiri dari kata sadd-u (سد) dan adzaro'i. Sadd berarti menutup dan adzara'i merupakanbentuk jama' dari al-Dzari'ah berasal dari kata dzir'un yang berarti memanjang dan bergerak ke depan. Secara literal al-Dzari'ah mempunyai beberapa makna, diantaranya sebab perantara kepada sesuatu. Sehingga secara literal, makna sadd-u adzaria'i adalah menutup jalan-jalan dan perantara-perantara sehingga tidak menyampaikan kepada tujuan yang dimaksud.
Menurut al-Syathibi, dzari'ah ialah perantara yang mendekatkan perkara mashlahat kepada perkara mafsadat. Sedangkan Ibnu Taimiyah mengartikan al-dzari'ah dengan perbuatan yang dhohir-nya mubah, tetapi menjadi perantara kepada perbuatan yang diharamkan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian al-dzara'i adalah memotong perantara- perantara kerusakan dengan melarang perbuatan yang dibolehkan karena akan menyampaikan kepada yang dilarang.
Dasar dan Ke-hujjah-an Sadd-u al-Dzara'i
Dalam membuktikan kehujjahannya, maka perhatikan pendapat ulama mazhab tentang hal tersebut. Malikiyah diwakili oleh as-Syatibi Menetapkan dengan mengatakan bahwa al-Syar'i bila membebankan sesuatu pembebanan (al-taklif), baik berupa perintah mengerjakan atau meninggalkan sesuatu perbuatan, mempunyai tujuan agar terealisasi suatu hasil yang diharapkan. Kesmpulan ini muncul setelah diadakan pengkajian induktif terhadap ayat-ayat al-Quran maupun as-Sunnah. Hanabilah Menetapkan metode sadd-u al-Dzara'i setelah melakukan induksi tehadap al-taklif al-Syar'iyah baik berupa suruhan maupun larangan
Sumber: Manhaj Tarjih Muhammadiyah –Methodoloi dan aplikasi
Untuk mendukung validitas sadd-u al-Dzara'i Fuqoha mengemukakan dalil-dalil dari al-Quran dan as-Sunnah. Diantaranya:
Dalil-dalil al-Quran:
1. Surat al-an'am ayat 108
2. Surat an-Nur ayat 31
3. Surat al-baqarah ayat 104
4.
Dalil as-Sunnah:
hadis yang diriwayatkan oleh bukhori,
Artinya: Biarkan ia (tidak dihadd) agar manusia tidak mengatakan: "Bahwasanya Muhammad telah membunuh sahabatnya" (H.R Bukhori).
Muhammadiyah (dalam pokok-pokok manhaj Tarjih Muhammadiyah No.8) disebutkan "menggunakan asas: sadd-u al-Dzara'i untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadat. Kemudian penggunaan asas sesuai dengan keputusan penggunaan qiyas yang folow up-nya ijtihad. Semisal, Muhammadiyah melalui Keputusan Muktamar Majelis tarjih yang menggunakan sadd-u al-Dzara'i untuk larangan menikahi wanita non muslim ahli kitab di Indonesia. Keputusan ini ditetapkan diwaktu Muktamar Majelis tarjih di Malang tahun 1989.
Sebagai contoh, Firman Allah dalan an-Nur ayat 31:
Artinya: "Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan" (al-Nur: 31)
Dalam ayat ini, Allah melarang orang mukminat menghentakan kaki mereka, kaena dapat menjadikan sebab para lelaki mendengar bunyi gemerining yang dapat menibulkan syahwat tehadap wanita itu. Menghentakan kaki sebenarnya bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Ini merupakan larangan melakukan perbuatan yang diperbolehkan karena mempertimbangkan akibat yang timbul yang kadang-kadang menimbulkan mafsadat.
Selanjutnya, pembahasan nikah sirri dilanjutkan dengan menggunakan qiyas, yaitu berdasarkan pada persamaan illat. Maksudnya pada ayat di atas sebenarnya Allah tidak melarang menghentakan kaki mereka, akan tetapi dapat menimbulkan kemafsadatan (misal: menimbulkan syahwat bagi lelaki) sehingga perbuatan itu dilarang. Begitu juga dalam permasalahan nikah sirri sebenarnya bukan merupakan perbuatan yang dilarang, karena nikah sirri hanya bisa kita dapatkan di Indonesia dan tidak ada larangan langsung dari nash (la-Quran dan as-Sunnah). Akan tetapi dengan melihat kepada mafsadat-nya yang ditimbulkan banyak sekali berdampak negatif terutama bagi kaum wanita dan anaknya. Sehingga menurut hemat penulis perbuatan nikah sirri itu dilarang dengan melihat pada kemafsadatan yang ditimbulkan.
1 komentar:
Kunjungan Pertama Blog Regedit, Artikelnya bagus apalagi kata-katanya menarik menambah wawasan dan pengalaman saya trims ya…lanjutkan artikelnya saya tunggu. O iya… Boleh saya minta komentar dari teman untuk artikel di blog saya? Kalau Boleh Kunjungi blog saya ya hari ini saya baru posting artikel tolong komentarnya kalau bisa komentarnya berkaitan dengan artikelnya ya. Ini alamatnya : http://regedit.blog.telkomspeedy.com/2009/01/21/produk-telkom-indonesia-bag-1/ \
terima kasih banyak.
Posting Komentar